Judul itulah yang pertama-tama membuatku tertarik pada buku ini. Judulnya unik, tak seperti judul novel yang sering terdengar begitu indah, namun ketika dibaca ternyata tak benar-benar sesuai dengan isinya. Judul buku ini sebaliknya, sudah merupakan sebuah kebenaran yang tampaknya ingin disampaikan oleh si penulis. Alasan kedua aku naksir buku ini adalah gambar covernya (who says you musn't judge a book from its cover? I do it all the time!). Entah kenapa aku selalu jatuh cinta pada lukisan-lukisan yang ada cafe-nya seperti ini (padahal tak terlalu suka ngafe coz ngabis-ngabisin duit!).
Namun yang membuat aku memutuskan untuk membelinya justru karena ada tanda "Oprah's Book Club" di pojok kiri bawah. Oprah Winfrey (pasti anda tahu siapa dia kan?) memang membuat program book club yang biasanya membahas buku-buku bermutu macam Bumi Yang Subur-nya Pearl S. Buck. Jadi, kalau sebuah buku pernah dipilih oleh Oprah's Book Club, maka pastilah buku itu buku yang berbobot.
Meski penulisnya, Carson McCullers bukanlah penulis best seller, namun ia disebut-sebut sebagai penulis prosa terbesar yang pernah dihasilkan di Amerika Selatan. Dan di buku ini, yang adalah karya pertamanya, ia mampu menyoroti masalah-masalah rasial dan sosial dengan sentuhan yang halus.
Sesuai judulnya, buku ini bercerita tentang orang-orang yang kesepian. Kesepian itu bukan berasal dari kesendirian secara fisik, melainkan lebih banyak dari hati. Buku ini pertama-tama mengajarkan kepadaku bahwa kita boleh saja hidup bersama-sama banyak orang pada suatu waktu, namun itu tak menutup kemungkinan kita merasakan kesepian. Kesepian di tengah keramaian, mungkin adalah ungkapan yang paling cocok disematkan pada kelima tokoh utama di buku ini: Pak Singer, Mick, Pak Blount, Biff dan Dokter Copeland. Masing-masing membawa beban hidupnya sendiri-sendiri, kerinduan dan ambisi yang tak terpenuhi sehingga menimbulkan kesepian yang menyiksa.
Pak Singer adalah benang merah semua orang itu. Ia adalah pria tunarungu-tunawicara yang hidup tanpa keluarga di sebuah kota. Meskipun cacat, ia mampu bekerja dan berkomunikasi dengan orang lain dengan membaca bibir dan menuliskan apa yang ingin dikatakannya dengan bantuan buku notes kecil dan pensil warna peraknya. Awalnya hidupnya tenang dan bahagia. Ia berbagi kamar yang disewanya bersama seorang tunarungu-wicara lainnya, seorang Yunani gendut yang doyan makan bernama Antonapoulos.
Lucu juga mengikuti persahabatan Singer-Antonapoulos ini. Antonapoulos adalah orang yang semau-gue, manja, dan kemauannya harus selalu dituruti. Mungkin ini memang sifat bawaannya, namun mungkin juga akibat benih-benih penyakit jiwa yang belakangan membuatnya harus tinggal di rumah sakit jiwa. Singer begitu menyayangi sahabatnya ini dan boleh dibilang Antonapoulos benar-benar belahan jiwanya. Meski Antonapoulos lebih banyak diam dan hanya memandangi Singer ketika sahabatnya itu menceritakan kesehariannya di tempat kerja dengan isyarat tangan, namun Singer tak pernah marah. Ia tetap saja senang bercerita.
Hingga saat tingkah Antonapoulos makin aneh, menjengkelkan dan menguras uang tabungan Singer, Singer tak pernah dendam padanya. Dengan sabar Singer mengurusinya, meski Antonapoulos tak pernah membalas perhatiannya itu. Saat Antonapoulos harus meninggalkan kamar sewaan mereka berdua untuk pindah ke rumah sakit jiwa, hati Singer menjadi hampa. Seolah sebagian dirinya direnggut dengan paksa oleh keadaan.
Sejak itulah ia menyewa sebuah kamar di rumah Mick, gadis belasan tahun yang memiliki obsesi terhadap musik klasik dan piano. Si gadis begitu tergila-gila pada Singer yang dianggapnya satu-satunya orang yang mengerti tentang kerinduannya pada musik. Lalu pada suatu peristiwa Singer pernah menolong Jake Blount, sang sosialis yang pemabuk berat dan punya obsesi menyadarkan dunia pada keburukan kapitalisme yang menciptakan jurang antara yang kaya dan yang miskin. Sejak itu Blount sering berkunjung ke kamar Singer. Lalu ada juga Biff Brannon, sang pemilik cafe New York (yang menjadi gambar cover buku ini), tempat makan Singer sehari-harinya, yang ditinggal mati istrinya dan merasa kesepian.
Tokoh terakhir adalah Dokter Copeland, seorang dokter kulit hitam yang terobsesi untuk memerdekakan kaumnya yang saat itu masih tertindas. Keempat teman-teman barunya ini secara berkala dan bergantian sering datang ke kamar Singer. Mereka bisa mencurahkan isi hati dan uneg-uneg mereka kepada si bisu. Dan Singer akan mendengarkan (atau sebenarnya membaca bibir mereka) mereka, sambil memberikan seulas senyum dan tatapan mata yang bersahabat dan bersimpati. Kadang-kadang ia akan menyuguhi tamunya makanan kecil atau kopi, lalu mereka makan bersama-sama. Kali lainnya mereka berdua hanya berdiam diri dalam kamar, di mana hanya terdengar suara desing kipas angin. Tatkala mereka berbicara, Singer akan asyik main catur sendirian, sambil tak lupa sesekali memperhatikan omongan tamunya.
Dan para tamu itu akan pulang dari kamar si bisu dengan perasaan lega, nyaman, dan puas. Mereka merasa didengarkan dan dimengerti, bahwa Singer adalah satu-satunya orang yang bisa memahami mereka. Maka hubungan mereka bagaikan matahari dan satelit-satelitnya. Meski anehnya, ketika suatu saat empat satelit itu kebetulan datang ke kamar Singer pada saat yang sama, suasana malah menjadi tegang.
Pada kenyataannya, seperti yang diceritakan Singer pada Antonapoulos dalam salah satu kunjungannya ke rumah sakit jiwa, Singer sebenarnya sama sekali tak mengerti apa yang dibicarakan dan perasaan teman-temannya itu. Lucunya, ia menceritakan itu kepada Antonapoulos yang kemungkinan besar juga tak mengerti ceritanya!
Maka kesimpulannya, pertama - kesepian yang datang dari hati lebih disebabkan karena orang merasa tak ada yang mau memberi perhatian pada minat atau pemikirannya, pada apa yang menurutnya penting. Saat itu, orang akan merasa benar-benar kesepian karena ia merasa sendirian di dunia ini, menanggung pengetahuan atau obsesi yang ia miliki dan tak dapat di-share-kan pada orang lain. Kedua, kadang tak perlu kita seratus persen mengerti dan menyetujui ide atau impian seseorang untuk membuatnya bahagia. Cukup seulas senyum dan sedikit perhatian yang tulus, mampu membuat orang lain merasa dihargai, sama seperti yang dilakukan Singer.
Hal paling indah dalam buku ini adalah persahabatan yang tulus dan penuh kasih Singer dan Antonapoulos. Persahabatan yang boleh dibilang hanya satu arah, namun seperti sifat dasar kasih yang rela berkorban meski tak terbalas, begitu juga persahabatan Singer kepada Antonapoulos. Bayangkan setiap hari bayangan sahabatnya itu selalu memenuhi pikiran Singer. Kasihnya pada sang sahabat tak pernah luntur maupun berubah, meski sering disakiti dan dikecewakan. Singer rela memberikan lebih daripada yang ia terima. Itulah kasih dan persahabatan sejati!
Akhirnya, buku ini memang bukan bacaan ringan, namun seperti kata salah satu komentar di buku ini: "Begitu buku diletakkan, pembaca akan merasa diperkaya oleh sebuah kebenaran". Ya, itulah yang terjadi padaku. Tepatnya diperkaya oleh kebenaran tentang persahabatan dan tentang hidup.
Judul buku: The Heart Is A Lonely Hunter (bahasa Indonesia)
Penulis: Carson McCullers
Penerbit: Qanita
Harga: Rp 60.775,- (toko buku online)
Rp 36.000,- (Vixxio)
Namun yang membuat aku memutuskan untuk membelinya justru karena ada tanda "Oprah's Book Club" di pojok kiri bawah. Oprah Winfrey (pasti anda tahu siapa dia kan?) memang membuat program book club yang biasanya membahas buku-buku bermutu macam Bumi Yang Subur-nya Pearl S. Buck. Jadi, kalau sebuah buku pernah dipilih oleh Oprah's Book Club, maka pastilah buku itu buku yang berbobot.
Meski penulisnya, Carson McCullers bukanlah penulis best seller, namun ia disebut-sebut sebagai penulis prosa terbesar yang pernah dihasilkan di Amerika Selatan. Dan di buku ini, yang adalah karya pertamanya, ia mampu menyoroti masalah-masalah rasial dan sosial dengan sentuhan yang halus.
Sesuai judulnya, buku ini bercerita tentang orang-orang yang kesepian. Kesepian itu bukan berasal dari kesendirian secara fisik, melainkan lebih banyak dari hati. Buku ini pertama-tama mengajarkan kepadaku bahwa kita boleh saja hidup bersama-sama banyak orang pada suatu waktu, namun itu tak menutup kemungkinan kita merasakan kesepian. Kesepian di tengah keramaian, mungkin adalah ungkapan yang paling cocok disematkan pada kelima tokoh utama di buku ini: Pak Singer, Mick, Pak Blount, Biff dan Dokter Copeland. Masing-masing membawa beban hidupnya sendiri-sendiri, kerinduan dan ambisi yang tak terpenuhi sehingga menimbulkan kesepian yang menyiksa.
Pak Singer adalah benang merah semua orang itu. Ia adalah pria tunarungu-tunawicara yang hidup tanpa keluarga di sebuah kota. Meskipun cacat, ia mampu bekerja dan berkomunikasi dengan orang lain dengan membaca bibir dan menuliskan apa yang ingin dikatakannya dengan bantuan buku notes kecil dan pensil warna peraknya. Awalnya hidupnya tenang dan bahagia. Ia berbagi kamar yang disewanya bersama seorang tunarungu-wicara lainnya, seorang Yunani gendut yang doyan makan bernama Antonapoulos.
Lucu juga mengikuti persahabatan Singer-Antonapoulos ini. Antonapoulos adalah orang yang semau-gue, manja, dan kemauannya harus selalu dituruti. Mungkin ini memang sifat bawaannya, namun mungkin juga akibat benih-benih penyakit jiwa yang belakangan membuatnya harus tinggal di rumah sakit jiwa. Singer begitu menyayangi sahabatnya ini dan boleh dibilang Antonapoulos benar-benar belahan jiwanya. Meski Antonapoulos lebih banyak diam dan hanya memandangi Singer ketika sahabatnya itu menceritakan kesehariannya di tempat kerja dengan isyarat tangan, namun Singer tak pernah marah. Ia tetap saja senang bercerita.
Hingga saat tingkah Antonapoulos makin aneh, menjengkelkan dan menguras uang tabungan Singer, Singer tak pernah dendam padanya. Dengan sabar Singer mengurusinya, meski Antonapoulos tak pernah membalas perhatiannya itu. Saat Antonapoulos harus meninggalkan kamar sewaan mereka berdua untuk pindah ke rumah sakit jiwa, hati Singer menjadi hampa. Seolah sebagian dirinya direnggut dengan paksa oleh keadaan.
Sejak itulah ia menyewa sebuah kamar di rumah Mick, gadis belasan tahun yang memiliki obsesi terhadap musik klasik dan piano. Si gadis begitu tergila-gila pada Singer yang dianggapnya satu-satunya orang yang mengerti tentang kerinduannya pada musik. Lalu pada suatu peristiwa Singer pernah menolong Jake Blount, sang sosialis yang pemabuk berat dan punya obsesi menyadarkan dunia pada keburukan kapitalisme yang menciptakan jurang antara yang kaya dan yang miskin. Sejak itu Blount sering berkunjung ke kamar Singer. Lalu ada juga Biff Brannon, sang pemilik cafe New York (yang menjadi gambar cover buku ini), tempat makan Singer sehari-harinya, yang ditinggal mati istrinya dan merasa kesepian.
Tokoh terakhir adalah Dokter Copeland, seorang dokter kulit hitam yang terobsesi untuk memerdekakan kaumnya yang saat itu masih tertindas. Keempat teman-teman barunya ini secara berkala dan bergantian sering datang ke kamar Singer. Mereka bisa mencurahkan isi hati dan uneg-uneg mereka kepada si bisu. Dan Singer akan mendengarkan (atau sebenarnya membaca bibir mereka) mereka, sambil memberikan seulas senyum dan tatapan mata yang bersahabat dan bersimpati. Kadang-kadang ia akan menyuguhi tamunya makanan kecil atau kopi, lalu mereka makan bersama-sama. Kali lainnya mereka berdua hanya berdiam diri dalam kamar, di mana hanya terdengar suara desing kipas angin. Tatkala mereka berbicara, Singer akan asyik main catur sendirian, sambil tak lupa sesekali memperhatikan omongan tamunya.
Dan para tamu itu akan pulang dari kamar si bisu dengan perasaan lega, nyaman, dan puas. Mereka merasa didengarkan dan dimengerti, bahwa Singer adalah satu-satunya orang yang bisa memahami mereka. Maka hubungan mereka bagaikan matahari dan satelit-satelitnya. Meski anehnya, ketika suatu saat empat satelit itu kebetulan datang ke kamar Singer pada saat yang sama, suasana malah menjadi tegang.
Pada kenyataannya, seperti yang diceritakan Singer pada Antonapoulos dalam salah satu kunjungannya ke rumah sakit jiwa, Singer sebenarnya sama sekali tak mengerti apa yang dibicarakan dan perasaan teman-temannya itu. Lucunya, ia menceritakan itu kepada Antonapoulos yang kemungkinan besar juga tak mengerti ceritanya!
Maka kesimpulannya, pertama - kesepian yang datang dari hati lebih disebabkan karena orang merasa tak ada yang mau memberi perhatian pada minat atau pemikirannya, pada apa yang menurutnya penting. Saat itu, orang akan merasa benar-benar kesepian karena ia merasa sendirian di dunia ini, menanggung pengetahuan atau obsesi yang ia miliki dan tak dapat di-share-kan pada orang lain. Kedua, kadang tak perlu kita seratus persen mengerti dan menyetujui ide atau impian seseorang untuk membuatnya bahagia. Cukup seulas senyum dan sedikit perhatian yang tulus, mampu membuat orang lain merasa dihargai, sama seperti yang dilakukan Singer.
Hal paling indah dalam buku ini adalah persahabatan yang tulus dan penuh kasih Singer dan Antonapoulos. Persahabatan yang boleh dibilang hanya satu arah, namun seperti sifat dasar kasih yang rela berkorban meski tak terbalas, begitu juga persahabatan Singer kepada Antonapoulos. Bayangkan setiap hari bayangan sahabatnya itu selalu memenuhi pikiran Singer. Kasihnya pada sang sahabat tak pernah luntur maupun berubah, meski sering disakiti dan dikecewakan. Singer rela memberikan lebih daripada yang ia terima. Itulah kasih dan persahabatan sejati!
Akhirnya, buku ini memang bukan bacaan ringan, namun seperti kata salah satu komentar di buku ini: "Begitu buku diletakkan, pembaca akan merasa diperkaya oleh sebuah kebenaran". Ya, itulah yang terjadi padaku. Tepatnya diperkaya oleh kebenaran tentang persahabatan dan tentang hidup.
Judul buku: The Heart Is A Lonely Hunter (bahasa Indonesia)
Penulis: Carson McCullers
Penerbit: Qanita
Harga: Rp 60.775,- (toko buku online)
Rp 36.000,- (Vixxio)