Ernest Hemingway adalah salah seorang penulis sastra besar di dunia. Sampai saat ini aku hanya familiar dengan nama dan reputasinya, namun belum pernah sekalipun menikmati karyanya. Maka, begitu menemukan bukunya yang berbahasa Indonesia ini, aku ingin sekali menjajalnya. Ternyata, memang seperti yang kubayangkan, ini adalah bacaan berat. Berat dalam arti tidak hanya melibatkan logika dan imajinasi, namun juga ‘rasa’, khas karya-karya sastra murni. Kalau pada novel-novel modern kita pada umumnya disuguhi hal-hal yang indah atau spektakuler, kisah sastra biasanya membumi. Mengupas pergulatan hidup orang-orang biasa dengan hal-hal biasa pula. Disitulah keahlian si penulis akan ditantang untuk meramu hal-hal biasa itu menjadi menarik.
Membaca karya sastra, bagiku tak dapat dilakukan sepintas lalu. Ini jelas bukan bacaan penghantar tidur atau pembuang waktu luang. Meski Hemingway menggunakan kalimat-kalimat pendek yang mudah dimengerti, namun banyak metafora di dalamnya yang kadang sulit dipahami. Butuh dua-tiga kali mengulang, baru aku mendapatkan sedikit gambaran tentang apa yang dimaksud. Berbicara tentang alur dan ending, keduanya tak sehebat dalam fiksi populer. Karena mungkin yang dipentingkan adalah nilai-nilai kehidupannya. Berikut ini kira-kira yang dapat aku simpulkan dari buku ini. Mungkin anda yang juga membacanya akan punya pandangan lain? Sah-sah saja...
To Have And Have Not berpusat pada pergulatan hidup tokoh Harry Morgan, seorang nelayan yang sekaligus berbisnis penyewaan kapal. Penjelasan Hemingway yang begitu detail tentang kapal, memancing dan kehidupan keras para pelaut ini sesuai dengan kecintaannya akan laut. Setting kisah ini di Havana, Kuba.
Bagian I mengilustrasikan banyaknya orang Kuba yang tak tahan dengan keadaan di negaranya, dan ingin menyelundup masuk ke Amerika. Untuk itu mereka hendak menyewa kapal Harry dengan bayaran yang lumayan menggiurkan, namun ditolaknya karena resikonya juga besar: penjara dan kehilangan kapalnya. Begitu para calon penyewa yang ditolak ini keluar dari bar tempat mereka bertemu, ketiga orang Kuba itu langsung disambut oleh insiden penembakan. Tak jelas siapa yang menembak dan mengapa, namun ilustrasi itu cukup memberi gambaran pada kita akan carut-marutnya keadaan di Kuba.
Harry lalu menyewakan kapal pada seorang wisatawan yang mau memancing. Di sini tampak keahlian Hemingway dalam hal mengemudikan kapal dan memancing. Dengan cermat digambarkannya tiap adegan dalam petualangan memancing ini, sambil kita bisa belajar trik-trik memancing. Bagiku, inilah bagian yang paling kusukai dan menghibur dari buku ini. Hemingway membuat kita terhanyut, seakan turut merasakan hempasan angin laut menerpa wajah kita, bau air laut, dan memandang bayangan ikan di antara gelombang air yang biru jernih. Lihat juga penggambaran Hemingway tentang sosok ikan besar yang sempat memakan umpan si penyewa kapal,
Lihat kan? Hanya sastrawan dan penulis bagus lah yang akan bisa mendeskripsikan seekor ikan besar berwarna hitam seberat seribu pon sampai bisa sedetil itu, hingga kita jadi punya perasaan takjub dan seolah melihat dengan mata kepala sendiri kejadian ikan yang sedang memakan umpan itu!
Johnson, si penyewa kapal bukanlah pemancing kawakan, sehingga sudah tiga minggu berlayar mereka belum juga mendapat tangkapan besar. Namun, yang paling mengesalkan, Johnson akhirnya melarikan diri tanpa membayar sepeser pun pada Harry yang sudah terlanjur bokek, dan sebenarnya mengharapkan uang hasil sewa itu untuk memberi nafkah keluarganya. Habis sudah harapannya!
Setelah boleh dibilang bangkrut, seorang sahabat Harry menawarkan pekerjaan. Kali ini Harry berurusan dengan seorang Cina bernama Tuan Sing. Ia hendak menyewa kapal Harry untuk menyelundupkan beberapa orang Cina keluar dari Kuba. Tarif sewa pun disepakati, $1200. Uang muka $200, sisanya pada saat para penumpang sudah terangkut. Resikonya tetap: 10 tahun penjara. Namun, bisakah anda bayangkan seorang nelayan yang sudah bangkrut akan menampik tawaran ini? Bayangan akan istri dan dua anak perempuan yang manis-manis yang sedang menunggu ayah mereka pulang untuk membeli makanan dan membayar uang sekolah, mau tak mau membuat pria mana pun menjadi nekat.
Maka kesepakatan dibuat, pelayaran akan dilakukan malam hari. Harry akan menjemput di sebuah tempat yang disepakati di perairan. Awalnya Harry berencana akan berangkat sendiri, namun Eddy si pemabuk, yang biasa membantunya ngotot ingin ikut, walaupun tak terdaftar dalam manifes (daftar penumpang).
Sekilas nampaknya semua baik-baik saja, sampai pada bagian di mana Harry diam-diam menyiapkan senjata api yang biasa ia sembunyikan di ruang bawah kapal. Kedua senapan dan pistol itu ia isi pelurunya, memberikan 1 pistol kepada Eddy lalu menunggu malam tiba...Bakal ada apa nih?
Ternyata memang Harry sudah merencanakannya dari awal. Ia merencanakan untuk membunuh Tuan Sing segera setelah semua penumpang sudah masuk kapal dan uang sudah berpindah tangan. Waktu Eddy bertanya mengapa? Harry menjawab karena Tuan Sing terlalu gampang setuju pada negosiasi mereka, dan itu mencurigakan. Tapi mengapa dibunuh? Agar tidak membunuh 12 orang penumpang lainnya. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Aku sendiri tak mengerti!
Bagian II gaya penulisan agak berubah. Kalau di bagian I Hemingway menuliskan tokoh Harry dari sisi orang pertama, di bagian II ditulisnya dari sisi orang ke 3. Cerita langsung bergulir ke kondisi di kapal Harry setelah ia dan seorang negro asistennya mengalami kesialan gara-gara mengangkut liquor (miras), yang jelas-jelas melanggar hukum. Si negro tertembak, begitu juga Harry. Yang terakhir tertembak lengannya. Saat mereka mencoba membuang liquor ke laut, ada sebuah kapal berpapasan dan melihat aksi tersebut dan akan melaporkan ke pihak berwajib. Bagian ini berakhir dengan sangat singkat, yakni saat Harry pulang ke rumah setelah membuang semua liquor.
Lalu cerita masuk ke bagian III. Yang cukup membingungkan di sini adalah gaya penulisan berganti arah lagi. Harry bukan sebagai orang pertama, namun ada tokoh baru yang sampai agak ke tengah baru terungkap jati dirinya, dan kisah ini diceritakan dari sisinya. Di bagian ini diceritakan Harry terpaksa dipotong lengannya akibat tertembak di cerita bagian II. Kapalnya pun disita oleh pegadaian. Namun, karena mendapat order baru dengan nilai yang menggiurkan, Harry kembali menjalani perjalanan yang mendebarkan dan sangat berbahaya. Ia sampai begitu gelisah pada malam sebelum berangkat. Namun, demi keluarganya, bagi Harry pekerjaan ini adalah pertaruhan yang seimbang.
Di lain pihak, terpisah dari kisah Harry, diceritakan juga beberapa keluarga kaya yang tinggal di yacht-yacht terpisah yang bersandar di sebuah pangkalan. Ternyata di balik kemewahan yacht-yacht itu tersimpan cerita-cerita pilu para penghuninya. Cerita keserakahan, perselingkuhan, penyakit kronis, dan semua ketidak-bahagiaan lainnya. Kalau menilik pada judul buku ini, To Have and Have Not, mungkin Hemingway mau menunjukkan kenyataan dalam hidup. Baik yang kaya maupun yang melarat, semuanya bergulat dengan masalahnya masing-masing. Saat yang melarat merasa terdesak urusan perut dan tak melihat jalan keluar, mereka dapat menjadi kalap. Sedang yang serakah dapat meninggalkan moralnya saat ia tak dapat mengendalikan keserakahannya. Hasil keduanya sama: ketidak bahagiaan...
Kembali pada tokoh utama kita, Harry, si nelayan buntung. Akan berhasilkah ia dalam pekerjaan kali ini? Dan pekerjaan apakah itu yang lebih berbahaya daripada pekerjaan-pekerjaannya yang lalu? Kalau anda menyukai atau merasa tertantang dengan bacaan sastra macam ini, anda bisa langsung membacanya. Yang jelas, aku sekarang sudah tahu bahwa untuk membaca sastra, diperlukan permenungan selain pemahaman. Baru saat aku menulis posting ini, pahamlah aku akan apa makna yang Hemingway inginkan kita untuk menemukannya. Endingnya gimana, Fan? Mungkin ada yang bertanya begitu? Ah..itu tak terlalu penting, karena Hemingway hanya ingin anda menemukan makna terdalamnya saja. Buat anda...selamat mencari dan menemukannya!!
Judul: To Have And Have Not
Pengarang: Ernest Hemingway
Penerbit: Selasar
Membaca karya sastra, bagiku tak dapat dilakukan sepintas lalu. Ini jelas bukan bacaan penghantar tidur atau pembuang waktu luang. Meski Hemingway menggunakan kalimat-kalimat pendek yang mudah dimengerti, namun banyak metafora di dalamnya yang kadang sulit dipahami. Butuh dua-tiga kali mengulang, baru aku mendapatkan sedikit gambaran tentang apa yang dimaksud. Berbicara tentang alur dan ending, keduanya tak sehebat dalam fiksi populer. Karena mungkin yang dipentingkan adalah nilai-nilai kehidupannya. Berikut ini kira-kira yang dapat aku simpulkan dari buku ini. Mungkin anda yang juga membacanya akan punya pandangan lain? Sah-sah saja...
To Have And Have Not berpusat pada pergulatan hidup tokoh Harry Morgan, seorang nelayan yang sekaligus berbisnis penyewaan kapal. Penjelasan Hemingway yang begitu detail tentang kapal, memancing dan kehidupan keras para pelaut ini sesuai dengan kecintaannya akan laut. Setting kisah ini di Havana, Kuba.
Bagian I mengilustrasikan banyaknya orang Kuba yang tak tahan dengan keadaan di negaranya, dan ingin menyelundup masuk ke Amerika. Untuk itu mereka hendak menyewa kapal Harry dengan bayaran yang lumayan menggiurkan, namun ditolaknya karena resikonya juga besar: penjara dan kehilangan kapalnya. Begitu para calon penyewa yang ditolak ini keluar dari bar tempat mereka bertemu, ketiga orang Kuba itu langsung disambut oleh insiden penembakan. Tak jelas siapa yang menembak dan mengapa, namun ilustrasi itu cukup memberi gambaran pada kita akan carut-marutnya keadaan di Kuba.
Harry lalu menyewakan kapal pada seorang wisatawan yang mau memancing. Di sini tampak keahlian Hemingway dalam hal mengemudikan kapal dan memancing. Dengan cermat digambarkannya tiap adegan dalam petualangan memancing ini, sambil kita bisa belajar trik-trik memancing. Bagiku, inilah bagian yang paling kusukai dan menghibur dari buku ini. Hemingway membuat kita terhanyut, seakan turut merasakan hempasan angin laut menerpa wajah kita, bau air laut, dan memandang bayangan ikan di antara gelombang air yang biru jernih. Lihat juga penggambaran Hemingway tentang sosok ikan besar yang sempat memakan umpan si penyewa kapal,
Lalu kulihat sebuah suara deburan keras seperti ledakan bom di kedalaman, lalu tampak mata, rahang terbuka dan kepala hitam pekat-besar seekor marlin hitam. Sirip atasnya yang mencuat ke permukaan air tampak seperti layar terkembang, dan ekor belakangnya yang melengkung menghempas umpan tuna. Bibir moncongnya setebal tongkat bisbol dan mendongak ke atas, dan ketika dia memangsa umpannnya dia berkecipak membelah permukaan air lebar. Warnanya hitam pekat dan matanya sebesar mangkuk sup. Ukurannya sangat besar. Kukira beratnya sekitar seribu pon.
Lihat kan? Hanya sastrawan dan penulis bagus lah yang akan bisa mendeskripsikan seekor ikan besar berwarna hitam seberat seribu pon sampai bisa sedetil itu, hingga kita jadi punya perasaan takjub dan seolah melihat dengan mata kepala sendiri kejadian ikan yang sedang memakan umpan itu!
Johnson, si penyewa kapal bukanlah pemancing kawakan, sehingga sudah tiga minggu berlayar mereka belum juga mendapat tangkapan besar. Namun, yang paling mengesalkan, Johnson akhirnya melarikan diri tanpa membayar sepeser pun pada Harry yang sudah terlanjur bokek, dan sebenarnya mengharapkan uang hasil sewa itu untuk memberi nafkah keluarganya. Habis sudah harapannya!
Setelah boleh dibilang bangkrut, seorang sahabat Harry menawarkan pekerjaan. Kali ini Harry berurusan dengan seorang Cina bernama Tuan Sing. Ia hendak menyewa kapal Harry untuk menyelundupkan beberapa orang Cina keluar dari Kuba. Tarif sewa pun disepakati, $1200. Uang muka $200, sisanya pada saat para penumpang sudah terangkut. Resikonya tetap: 10 tahun penjara. Namun, bisakah anda bayangkan seorang nelayan yang sudah bangkrut akan menampik tawaran ini? Bayangan akan istri dan dua anak perempuan yang manis-manis yang sedang menunggu ayah mereka pulang untuk membeli makanan dan membayar uang sekolah, mau tak mau membuat pria mana pun menjadi nekat.
Maka kesepakatan dibuat, pelayaran akan dilakukan malam hari. Harry akan menjemput di sebuah tempat yang disepakati di perairan. Awalnya Harry berencana akan berangkat sendiri, namun Eddy si pemabuk, yang biasa membantunya ngotot ingin ikut, walaupun tak terdaftar dalam manifes (daftar penumpang).
Sekilas nampaknya semua baik-baik saja, sampai pada bagian di mana Harry diam-diam menyiapkan senjata api yang biasa ia sembunyikan di ruang bawah kapal. Kedua senapan dan pistol itu ia isi pelurunya, memberikan 1 pistol kepada Eddy lalu menunggu malam tiba...Bakal ada apa nih?
Ternyata memang Harry sudah merencanakannya dari awal. Ia merencanakan untuk membunuh Tuan Sing segera setelah semua penumpang sudah masuk kapal dan uang sudah berpindah tangan. Waktu Eddy bertanya mengapa? Harry menjawab karena Tuan Sing terlalu gampang setuju pada negosiasi mereka, dan itu mencurigakan. Tapi mengapa dibunuh? Agar tidak membunuh 12 orang penumpang lainnya. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Aku sendiri tak mengerti!
Bagian II gaya penulisan agak berubah. Kalau di bagian I Hemingway menuliskan tokoh Harry dari sisi orang pertama, di bagian II ditulisnya dari sisi orang ke 3. Cerita langsung bergulir ke kondisi di kapal Harry setelah ia dan seorang negro asistennya mengalami kesialan gara-gara mengangkut liquor (miras), yang jelas-jelas melanggar hukum. Si negro tertembak, begitu juga Harry. Yang terakhir tertembak lengannya. Saat mereka mencoba membuang liquor ke laut, ada sebuah kapal berpapasan dan melihat aksi tersebut dan akan melaporkan ke pihak berwajib. Bagian ini berakhir dengan sangat singkat, yakni saat Harry pulang ke rumah setelah membuang semua liquor.
Lalu cerita masuk ke bagian III. Yang cukup membingungkan di sini adalah gaya penulisan berganti arah lagi. Harry bukan sebagai orang pertama, namun ada tokoh baru yang sampai agak ke tengah baru terungkap jati dirinya, dan kisah ini diceritakan dari sisinya. Di bagian ini diceritakan Harry terpaksa dipotong lengannya akibat tertembak di cerita bagian II. Kapalnya pun disita oleh pegadaian. Namun, karena mendapat order baru dengan nilai yang menggiurkan, Harry kembali menjalani perjalanan yang mendebarkan dan sangat berbahaya. Ia sampai begitu gelisah pada malam sebelum berangkat. Namun, demi keluarganya, bagi Harry pekerjaan ini adalah pertaruhan yang seimbang.
Di lain pihak, terpisah dari kisah Harry, diceritakan juga beberapa keluarga kaya yang tinggal di yacht-yacht terpisah yang bersandar di sebuah pangkalan. Ternyata di balik kemewahan yacht-yacht itu tersimpan cerita-cerita pilu para penghuninya. Cerita keserakahan, perselingkuhan, penyakit kronis, dan semua ketidak-bahagiaan lainnya. Kalau menilik pada judul buku ini, To Have and Have Not, mungkin Hemingway mau menunjukkan kenyataan dalam hidup. Baik yang kaya maupun yang melarat, semuanya bergulat dengan masalahnya masing-masing. Saat yang melarat merasa terdesak urusan perut dan tak melihat jalan keluar, mereka dapat menjadi kalap. Sedang yang serakah dapat meninggalkan moralnya saat ia tak dapat mengendalikan keserakahannya. Hasil keduanya sama: ketidak bahagiaan...
Kembali pada tokoh utama kita, Harry, si nelayan buntung. Akan berhasilkah ia dalam pekerjaan kali ini? Dan pekerjaan apakah itu yang lebih berbahaya daripada pekerjaan-pekerjaannya yang lalu? Kalau anda menyukai atau merasa tertantang dengan bacaan sastra macam ini, anda bisa langsung membacanya. Yang jelas, aku sekarang sudah tahu bahwa untuk membaca sastra, diperlukan permenungan selain pemahaman. Baru saat aku menulis posting ini, pahamlah aku akan apa makna yang Hemingway inginkan kita untuk menemukannya. Endingnya gimana, Fan? Mungkin ada yang bertanya begitu? Ah..itu tak terlalu penting, karena Hemingway hanya ingin anda menemukan makna terdalamnya saja. Buat anda...selamat mencari dan menemukannya!!
Judul: To Have And Have Not
Pengarang: Ernest Hemingway
Penerbit: Selasar
Terbit: Februari 2009
Tebal: 288 hlm
Tebal: 288 hlm