Kalau ada
puisi yang pernah benar-benar mempengaruhi hidupku, mungkin itu adalah Mazmur
23: “Tuhan, gembalaku yang baik”. Tiap kali aku membacanya, aku selalu dibawa
untuk menyadari kembali bagaimana Tuhan selalu memelihara aku bagaikan gembala
yang baik memelihara domba-dombanya. Dan dari pengalaman hidupku, begitulah aku
selalu melihat Tuhan, sebagai sosok Gembala yang delalu dekat dengan domba-dombaNya,
menyayangi mereka, memberi mereka kenyamanan semaksimal mungkin, membimbing
mereka supaya selalu berjalan ke arah yang seharusnya.
Dan bila aku
melihat kembali hidupku, dari saat aku lahir hingga saat ini, begitulah Tuhan
menempatkan DiriNya dalam hidupku. Semenjak papaku pensiun—dan dengan demikian
menjadikanku satu-satunya tulang punggung keluarga—aku sering bertanya-tanya
dalam hati, apakah yang akan terjadi padaku kelak saat aku juga harus pensiun?
Kami bukanlah keluarga yang berkelimpahan harta; akankah hasil kerja dan
tabunganku selama aku bekerja ini dapat mencukupi kebutuhan masa tuaku nanti?
Mazmur 23
inilah yang menenangkan aku tiap kali kerisauan itu muncul. Kalau Sang Gembala
telah memeliharaku dengan sedemikian cermat selama ini, masakan Ia akan
menelantarkan aku di masa depan, bila aku selalu (berusaha) mengikuti
kehendakNya? Seperti yang ada di Mazmur ini di ayat 6:
“Kebajikan dan kemurahan belaka akan
mengikuti aku,
seumur
hidupku;
dan aku akan diam dalam rumah Tuhan
sepanjang
masa.”
Apalagi yang
harus kukhawatirkan? Bukan saja seumur hidup Ia akan memberkati aku dengan
kemurahan hati, namun Ia juga akan memberiku tempat kelak di dalam rumahya
sepanjang masa!
Karena
itulah Mazmur 23 ini selalu menjadi pegangan hidup sekaligus kekuatanku. Aku
tak pernah lagi takut menghadapi kesulitan apapun, karena Ia selalu bersamaku;
Ia pasti akan membimbingku pada pemecahan—meski mungkin menyakitkan saat ini,
namun—yang pasti terbaik bagiku.
“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
aku
tidak takut bahaya,
sebab
Engkau besertaku.”
Jadi, di
saat hal-hal berat atau menyesakkan sedang terjadi padaku, yang perlu aku
lakukan hanyalah membuka Mazmur 23 ini dan membacanya, terutama pada ayat ini:
“Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia
membimbing aku ke air yang tenang;
Ia menyegarkan jiwaku.”
Membayangkan
saja diriku berbaring nyaman di padang rumput hijau yang segar, sambil
mendengarkan gemericik samar air mengalir serta kicauan burung, sungguh…jiwaku
akan segera menjadi lebih tenang. Dan aku akan berpikir dalam hati, ‘Sabarlah
diriku, sekarang kau sedang melewati kerikil-kerikil tajam, tapi teruslah
berjalan, karena sebentar saja lagi, Sang Gembala pasti akan membaringkanmu di
padang rumputNya yang hijau. Sekarang pun sesungguhnya Ia sedang membimbingmu
ke sana….
Akhirnya,
bagaimana mungkin Mazmur 23 ini tidak menjadi pegangan hidupku? Ia selalu
mengingatkanku bahwa Tuhan adalah Gembala yang baik, dan Ia takkan
menelantarkan aku.
~~~~~~~~~
*Tulisan ini dibuat untuk #PotOfPetry yang digagas Listra*
Postingan yang menginspirasi dan membangkitkan iman mbak Fandah. :)
ReplyDeletesalam kenal,
Steven S. (h23bc.com)
Tuhan Gembala yang baik,
ReplyDeletebanyak juga mazmur 23 yang dijadikan lagu mbak, dan aku juga suka...
Sama, aku juga suka :)
Delete