Ini adalah
post pertama untuk proyek pribadiku: Old Testament Reading. Kitab Yesaya
adalah yang pertama kupilih karena, selain merupakan kitab yang paling sering
kubawakan (sebagai Lektor), juga yang paling kusukai karena keindahan
puisi-puisinya.
Membaca Kitab
Yesaya dari awal, membuatku sadar bahwa:
- Yesaya bin Amos sebenarnya adalah seorang Penasehat Raja;
- Nubuatnya terentang meliputi masa pemerintahan, setidaknya, empat Raja Yehuda: Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia;
- Jika demikian, berarti ‘Yesaya’ tidaklah merupakan satu orang nabi, namun beberapa nabi yang tulisan-tulisannya disatukan menjadi satu kitab (seperti yang kukonfirmasi dari Wikipedia, Kitab Yesaya ditulis oleh tiga nabi);
- Tulisan ketiga nabi itu tidak dijajarkan berdasarkan urutan kronologis sejarah, namun lebih berdasarkan kesamaan tema. Misalnya: Pada bab 6, saat mengisahkan panggilannya, Yesaya sedang mengabdi Raja Uzia, sementara pada bab 7 Yesaya tengah mengabdi Raja Ahas. Maka Kitab Yesaya tak dapat dibaca sebagai sebuah kronologi sejarah bila kita akan membacanya secara berurutan.
Pada bab 1
Yesaya menyampaikan kecaman Tuhan terhadap bangsa Israel yang tidak setia dan
mengalami kejatuhan moral. Saking parahnya, sampai-sampai kondisinya diibaratkan
bak tubuh yang seluruhnya tanpa kecuali mengalami sakit; dan orang yang
menderita seperti itu pasti ditinggalkan, ditelantarkan keluarga/sanak
saudaranya.
Stanza mengenai
Puteri Sion yang ditinggalkan sendirian (Yes 1:8) dengan tepat menggambarkan keadaan mereka
saat itu (seperti bangsa Israel yang ditinggalkan Tuhan):
Puteri Sion tertinggal sendirian
seperti pondok di kebun anggur,
seperti gubuk di kebun mentimun
dan seperti kota yang terkepung.
Efek
keterasingannya sangat terasa, terutama di baris terakhir.
Selanjutnya
Tuhan menjabarkan dengan detail di mana letak kesalahan Israel; mereka yang
munafik dengan mempersembahkan korban bagus-bagus kepada Tuhan, tapi berlaku
tak adil pada sesamanya. Tuhan lalu mengajak mereka untuk bertobat; bila mereka
berpaling dari dosa-dosa mereka, Ia akan mengampuni, dan Ia akan bersama mereka
lagi.
Stanza ini
adalah salah satu favoritku, dari Yes 1:18 (klik tombol 'play' untuk mendengarkan suaraku):
Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi,
akan menjadi putih seperti salju;
sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba,
akan menjadi putih seperti bulu domba
Lalu Tuhan pun mengumumkan hukuman yang akan Ia timpakan pada Yerusalem bila tak kunjung
bertobat. Yesaya menutup bab 1 ini dengan sangat mantap dan menohok (Yes 1:31):
Maka yang kuat menjadi seolah-olah kapas
dan pekerjaannya menjadi
seolah-olah bunga api;
keduanya menimbulkan api
dan tidak ada yang dapat memadamkan.
Kesannya begitu
‘final’, karena tidakkah api yang tidak dapat dipadamkan di sini dapat
diartikan neraka? Membaca keseluruhan bab 1 ini terasa sangat kuat, dan alurnya
benar-benar mencapai klimaks di akhir. Dari bab pertama ini saja aku sudah
menangkap aura keseluruhan Kitab Yesaya ini (yang membuatku menyukainya dari
dulu…).
wow..ini bener-bener project yang menantang..apalagi nanti masuk di hakim-hakim atau raja-raja..semangat ya mba fan
ReplyDeleteThanks Esi. Aku belum mikir sampe yang jauh2, Yesaya aja ada 60-an bab, belum tentu akhir tahun bisa selesai. Pokoknya dinikmati aja deh :)
Delete