[conclusion in English is at the bottom of this post]
“Aku seorang
anak pungut”. Itulah empat kata ungkapan pembuka kisah ini
yang—bagiku—menyimpan makna yang sangat mendalam. Pada usia delapan tahun Remi
baru mengetahui bahwa ia bukanlah anak Mrs. Barberin—istri petani miskin—yang
selama ini menghujaninya dengan curahan kasih sayang. Mr. Barberin memungut
Remi saat masih bayi karena mengharap orang tua aslinya—yang diperkirakan kaya
raya dari pakaian si bayi Remi—akan mengambilnya kelak, dan keluarga Baberin
akan mendapat uang. Sayang si orang tua asli tak kunjung datang, maka Mr.
Barberin menjual Remi kepada seorang musisi jalanan bernama Signor Vitalis, di
luar ijin Mrs. Barberin.
Maka
dimulailah perjalanan sulit Remi di jalanan kota Paris. Signor Vitalis adalah
seorang tua yang berkelana bersama tiga ekor anjing dan seekor monyet. Mereka
bepergian antar kota dan desa, dan mengadakan pertunjukan mirip sandiwara
keliling untuk memperoleh uang demi makanan dan (kadang-kadang) tempat
berteduh. Remi pun mulai belajar bersandiwara, serta bermain musik menggunakan
harpanya. Ia juga belajar membaca dan menulis dari Signor Vitalis, yang lama
kelamaan menjadi figur seorang ayah baginya. Di saat gerompolan mereka sudah
saling menyayangi hingga mirip seperti keluarga—yang sangat didambakan
Remi—keadaan pun memburuk.
Setelah itu
Remi mengalami jatuh bangun berkali-kali, namun dari pengalaman-pengalaman itu
Remi sedikit demi sedikit belajar tentang kehidupan. Bila awalnya ia
mendambakan hidup dalam keluarga kaya dengan rumah bagus seperti milik Arthur
dan Mrs. Milligan, lambat laun ia menyadari bahwa kasih sayang dan persahabatan
adalah ‘home’ yang sesungguhnya ia rindukan.
Beberapa
quotes yang aku sukai:
“Aku sayang anak itu, dan dia sayang padaku. Pelajaran hidup yang kuberikan padanya akan baik untuknya, jauh lebih baik dari yang akan dia peroleh bersama Anda. Anda akan memberinya pendidikan, itu benar; Anda akan membentuk pikirannya, tetapi bukan karakternya. Hanya dengan belajar menghadapi kesulitan-kesulitan hidup karakter orang akan terbentuk.” [Signor Vitalis] ~hlm. 134.
“Sapi yang kauberikan padaku sewaktu masih miskin akan jauh lebih berharga bagiku disbanding apa pun yang bisa kauberikan padaku setelah kau kaya, Remi.” [Mrs. Barberin] ~hlm. 135.
Tiga bintang untuk Nobody’s Boy.
Judul: Nobody’s
Boy (Sebatang Kara)
Penulis:
Hector Malot
Penerjemah:
Tanti Lesmana
Penerbit: PT
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
April 2010
Tebal: 384
hlm
Conclusion:
Nobody's Boy
plot is actually quite ordinary, and I think it’d fit better into young adult
or pre-teen books. It uses mild language, easy-to understand sentences (at
least the one which is presented in the translated version I read), and the
story flows without a certain emphasis to the characters. Hector Malot’s
message was quite clear, which is about friendship, loyalty and affection. The
essence of this story is Remi’s search for love and family, and life lessons he
got from wandering along with Signor Vitalis and the gang. Nobody’s Boy became
one of all time stories, perhaps, because of the unique figure of Signor
Vitalis and his travelling artist group, his mysterious background, as well as the tour and adventures with which we
experience together with Remi throughout the story, between France and Italy.
Three stars
for Nobody’s Boy!
wuah, hanya 3 bintang ya. Kalo aku suka, jadi 4 bintang :)
ReplyDeleteAku lumayan suka kok, hanya menurutku biasa saja, jadi ya cuma 3..
Delete