Tak berlebihan memang kalau Lewis Carroll disebut sebagai pencetus jenis/genre literasi yang disebut literary nonsense. Yang berhasil kutangkap, literary nonsense adalah penulisan yang menggunakan permainan kata atau bahasa serta logika yang tak ada kaitannya dengan jalan cerita. Dan itulah yang kudapati di Alice’s Adventures in Wonderland, dan membuatku hampir menyerah membaca buku ini, selain karena kisah fantasi memang sulit menarik minatku. Pada saat terbitnya pun Alice In Wonderland—begitulah judul buku ini kadang disingkat—telah menuai banyak kontroversi, yang mengatakan bahwa buku ini penuh omong kosong (nonsense) dan absurd.
Petualangan Alice di Wonderland bermula ketika ia tengah duduk di pinggir sungai bersama saudarinya yang sedang membaca buku. Ketika ia mulai bosan membaca buku yang tak bergambar, tiba-tiba lewatlah di hadapannya seekor kelinci putih yang mengenakan mantel dan nampak tergesa-gesa sambil mengintip jam dari kantongnya, dan mengeluh bahwa ia terlambat. Ketika kelinci putih itu menghilang ke sebuah lubang, rasa penasaran menarik Alice untuk mengikuti jejak Kelinci Putih. Maka masuklah ia ke lubang itu mencoba mengejar si kelinci, dan dimulailah petualangan fantasi Alice di Wonderland.
Setelah terjatuh ke lubang kelinci dan melewati lorong ke bawah tanah, Alice menemukan dirinya berada di sebuah ruangan dengan pintu yang menghadap ke taman yang sangat indah. Alice ingin masuk ke taman itu, namun pintu yang teramat kecil menghalanginya. Lalu Alice menemukan botol berisi minuman yang ternyata berfungsi mengecilkan tubuh. Begitu tubuhnya mengecil, ia baru ingat bahwa kunci pintu itu masih tertinggal di meja, sedangkan ia sekarang terlalu kecil untuk menjangkaunya. Namun setelah makan kue yang bisa membuat ukuran tubuhnya membesar, ia malah terlalu besar untuk masuk melalui pintu, meski sudah berhasil mengambil kunci.
Begitulah selanjutnya hingga beberapa bab, Alice terus menerus menjadi kecil, lalu besar, dan kecil lagi, sambil mengalami petualangan yang (tidak terlalu) seru bersama makhluk-makhluk yang ajaib wujudnya dan aneh cara bertuturnya (literary nonsense). Hal itu terjadi hingga bab 7 (dari total 12 bab), di mana Alice (akhirnya!) berhasil pergi ke taman indah seperti keinginannya. Dari sini cerita mulai menikmati alur yang lebih cepat, terutama ketika Alice sudah bertemu dengan Ratu dan Raja yang hobby main croquet dan suka menghukum rakyatnya dengan memenggal kepala mereka yang tidak taat, bahkan untuk masalah-masalah sepele. Bagian akhirnya, di mana diadakan persidangan untuk menghukum pencuri tart (kue), terasa nanggung karena kita tetap tak tahu siapa pencuri tart itu sebenarnya.
Selain percakapan yang berisi permainan kata, yang sangat mengganggu dalam buku ini adalah puisi dan nyanyian yang beberapa kali diselipkan Carroll. Rasanya sebagian besar isi buku ini tidak membawa kita kemana-mana. Mungkin Carroll hanya mau mengajak pembacanya untuk berpikir lebih cerdas dengan olah logika (maklum karena Carroll brilian di bidang Matematika). Aku hanya dapat memetik satu hal setelah (akhirnya) tamat membaca videobook ini, yaitu bahwa kita seharusnya tetap berani berimajinasi dan bermimpi seperti yang kita lakukan saat kita kecil. Hal-hal itulah yang akan membuat hidup kita lebih ceria. Bagaimana pun juga, Alice's Adventures in Wonderland tetap menyediakan ruang bagi kita untuk tertawa dan gembira dengan segala keabsurdan petualangan Alice.
Maaf kang Lewis Carroll, aku hanya bisa memberimu dua bintang saja sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke 180 tepat hari ini, tanggal 27 Januari 2012…
Judul: Alice’s Adventures in Wonderland
Penulis: Lewis Carroll
Penerbit VideoBook: CCProse, Classic Literature VideoBook
Audio courtesy : Librivox
Pembaca: Kara Shallenberg
Panjang: 2:44:13 (2 jam 44 menit 13 detik)
Petualangan Alice di Wonderland bermula ketika ia tengah duduk di pinggir sungai bersama saudarinya yang sedang membaca buku. Ketika ia mulai bosan membaca buku yang tak bergambar, tiba-tiba lewatlah di hadapannya seekor kelinci putih yang mengenakan mantel dan nampak tergesa-gesa sambil mengintip jam dari kantongnya, dan mengeluh bahwa ia terlambat. Ketika kelinci putih itu menghilang ke sebuah lubang, rasa penasaran menarik Alice untuk mengikuti jejak Kelinci Putih. Maka masuklah ia ke lubang itu mencoba mengejar si kelinci, dan dimulailah petualangan fantasi Alice di Wonderland.
Setelah terjatuh ke lubang kelinci dan melewati lorong ke bawah tanah, Alice menemukan dirinya berada di sebuah ruangan dengan pintu yang menghadap ke taman yang sangat indah. Alice ingin masuk ke taman itu, namun pintu yang teramat kecil menghalanginya. Lalu Alice menemukan botol berisi minuman yang ternyata berfungsi mengecilkan tubuh. Begitu tubuhnya mengecil, ia baru ingat bahwa kunci pintu itu masih tertinggal di meja, sedangkan ia sekarang terlalu kecil untuk menjangkaunya. Namun setelah makan kue yang bisa membuat ukuran tubuhnya membesar, ia malah terlalu besar untuk masuk melalui pintu, meski sudah berhasil mengambil kunci.
Begitulah selanjutnya hingga beberapa bab, Alice terus menerus menjadi kecil, lalu besar, dan kecil lagi, sambil mengalami petualangan yang (tidak terlalu) seru bersama makhluk-makhluk yang ajaib wujudnya dan aneh cara bertuturnya (literary nonsense). Hal itu terjadi hingga bab 7 (dari total 12 bab), di mana Alice (akhirnya!) berhasil pergi ke taman indah seperti keinginannya. Dari sini cerita mulai menikmati alur yang lebih cepat, terutama ketika Alice sudah bertemu dengan Ratu dan Raja yang hobby main croquet dan suka menghukum rakyatnya dengan memenggal kepala mereka yang tidak taat, bahkan untuk masalah-masalah sepele. Bagian akhirnya, di mana diadakan persidangan untuk menghukum pencuri tart (kue), terasa nanggung karena kita tetap tak tahu siapa pencuri tart itu sebenarnya.
Selain percakapan yang berisi permainan kata, yang sangat mengganggu dalam buku ini adalah puisi dan nyanyian yang beberapa kali diselipkan Carroll. Rasanya sebagian besar isi buku ini tidak membawa kita kemana-mana. Mungkin Carroll hanya mau mengajak pembacanya untuk berpikir lebih cerdas dengan olah logika (maklum karena Carroll brilian di bidang Matematika). Aku hanya dapat memetik satu hal setelah (akhirnya) tamat membaca videobook ini, yaitu bahwa kita seharusnya tetap berani berimajinasi dan bermimpi seperti yang kita lakukan saat kita kecil. Hal-hal itulah yang akan membuat hidup kita lebih ceria. Bagaimana pun juga, Alice's Adventures in Wonderland tetap menyediakan ruang bagi kita untuk tertawa dan gembira dengan segala keabsurdan petualangan Alice.
Maaf kang Lewis Carroll, aku hanya bisa memberimu dua bintang saja sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke 180 tepat hari ini, tanggal 27 Januari 2012…
Judul: Alice’s Adventures in Wonderland
Penulis: Lewis Carroll
Penerbit VideoBook: CCProse, Classic Literature VideoBook
Audio courtesy : Librivox
Pembaca: Kara Shallenberg
Panjang: 2:44:13 (2 jam 44 menit 13 detik)
Aku juga ga ngerti nih mbak. Nonton filmnya yg diliat juga cuma efek sama aktornya *garuk2*
ReplyDeletemy interpretation of Alice
ReplyDeletehttp://illustrationpoetry.blogspot.com/2011/05/asleep.html
:)
Alice in the wonderland.. memang disukai oleh budak budak... I love it to.
ReplyDeleteversi novel n film berbeda
ReplyDelete