Kesedihan tak dapat kita panggul sendirian. Kadang kala kita membutuhkan orang lain di luar diri kita untuk membantu menyembuhkannya. Itulah pelajaran yang kudapat dari membaca buku Eight Cousins karya Lousia May Alcott ini. Kisah ini ditulis pada akhir abad 19, dan ditujukan bagi para para gadis remaja yang segera akan memasuki masa dewasa. Louisa meletakkan dasar pembentukan moral bagi seorang wanita pada jaman itu lewat kisah ringan dan ceria ini.
Rose baru berusia tiga belas tahun ketika ayahnya, satu-satunya orang tua yang ia miliki di dunia, pergi meninggalkannya dalam kematian. Sebelum meninggal, ayahnya memberikan hak perwalian bagi Rose kepada saudaranya, seorang pria berpembawaan riang, seorang dokter yang suka berlayar. Rose memanggilnya Paman Alec.
Sambil menunggu Paman Alec pulang dari pelayarannya, Rose dititipkan ke Aunt-Hill. Yah...dari namanya, anda mungkin bisa menebak bahwa Aunt-Hill adalah tempat tinggal para bibi. Terdengar membosankan bukan? Satu bibi sudah cukup, tapi bagaimana dengan enam bibi? Dan para Mrs. Campbell ini, para bibi Rose, tinggal di suatu kompleks yang berdekatan satu sama lain.
Para bibi ini masing-masing mencoba membuat Rose yang berkabung menjadi lebih ceria. Segala cara mereka lakukan. Mendatangkan seorang gadis kecil untuk menemaninya salah satunya, sayang Ariadne Bliss ternyata gadis kecil yang menyebalkan. Lemari boneka dan hal-hal yang harusnya bisa menghibur anak perempuan telah dicoba oleh Bibi Plenty dan Bibi Peace, namun Rose tetap berdiam diri dengan wajah pucat dan tubuh kurus berpenyakitan. Para bibi sudah hampir putus asa....
Para bibi yang hampir putus asa itu menyiapkan sebuah manuver terakhir bagi keponakan malang mereka. Kejutan itu hadir suatu sore dengan cara yang heboh. Tujuh anak laki-laki berbaris di ruang duduk, semuanya berambut kuning dan berpakaian ala Skotlandia. Itulah "Klan". Tak butuh waktu lama bagi Rose untuk mengetahui bahwa mereka adalah sepupu-sepupunya, dan bahwa mereka anak-anak laki-laki yang sangat ribut! Padahal...ssttt...selama ini Rose sangat membenci anak laki-laki dengan semua kelakuan dan kegiatannya.
Tapi "Klan" bukanlah anak laki-laki sembarangan, mereka semua hadir dengan keunikan masing-masing sehingga ujung bibir Rose sudah mulai membentuk senyuman dalam pertemuan pertama ke delapan sepupu ini. Bagaimana tidak, kalau Archie si kepala klan yang tertua dan selalu bersikap terhormat, Charlie "The Prince" yang flamboyan, Mac si kutu buku, Steve "Dandy" yang pesolek, Will & Geordie si bandel, dan si kecil Jamie, semua berkolaborasi untuk menyenangkan nona kecil kita?
Namun kebahagiaan sesungguhnya mendatangi Rose dalam sosok Paman Alec. Ia orang yang ramah, baik hati, penuh perhatian pada "gadis kecil"nya. Paman Alec dulu mencintai ibu Rose, namun ternyata ibu Rose memilih saudaranya. Untungnya Alec tak mendendam, dan kini ia mencurahkan waktu dan pikirannya untuk sebuah proyek besar. Proyek itu adalah mengambil alih pengurusan Rose dari para bibi ke tangannya sendiri, dan membuat Rose menjadi lebih sehat, ceria dan normal. Proyek itu berlangsung selama setahun.
Selama setahun itu Rose perlahan tumbuh menjadi gadis yang ceria dan sehat, berwawasan luas serta dipersiapkan menjadi seorang wanita yang "baik", meski tetap keceriaan remajanya tetap muncul. Paman Alec memberikan contoh yang baik bagi remaja putri. Alih-alih mengenakan gaun berat berkorset plus high heels, Paman Alec memilihkan pakaian yang nyaman dan sederhana bagi Rose, yang justru menampilkan kecantikan seorang gadis remaja. Kegiatan-kegiatan di luar rumah membuat Rose sehat dan segar. Sementara pelajaran-pelajaran keilmuan dari Paman Alec serta ketrampilan mengurus rumah tangga dari para bibi, mempersiapkan Rose menjadi ibu rumah tangga yang tetap berwawasan.
Banyak petualangan seru dan asyik dijalani Rose bersama Paman Alec dan tujuh sepupunya. Namun di sela kegembiraan itu, Rose juga sempat melakukan "pengorbanan". Ia mengorbankan saat-saat indah liburan di pulau demi Phebe, gadis pelayan yatim piatu yang ia angkat menjadi saudaranya. Ia juga meluangkan waktu untuk menemani Mac saat anak laki-laki itu menderita sakit mata. Dan saat ada pertengkaran di antara sepupunya, Rose-lah yang mendamaikan mereka.
Akhirnya, setelah masa setahun itu selesai, Rose harus memutuskan di mana dan bersama siapa ia akan tinggal setelah itu. Siapa yang paling dicintainya dan paling membahagiakan hidupnya?
Eight Cousins ini jelas buku yang membawa kegembiraan bagi pembacanya, tapi di dalamnya juga tersisip pelajaran moral yang baik bagi remaja pada umumnya, dan remaja putri khususnya. Persahabatan, pengorbanan, kepercayaan, dan baaanyaaak keceriaan akan anda temukan di sini. Tiga bintang untuk kedelapan sepupu ini!
Judul: Eight Cousins
Penulis: Louisa May Alcott
Penerbit: Orange Books (Mizan group)
Terbit: Februari 2011
Tebal: 375 hlm
Rose baru berusia tiga belas tahun ketika ayahnya, satu-satunya orang tua yang ia miliki di dunia, pergi meninggalkannya dalam kematian. Sebelum meninggal, ayahnya memberikan hak perwalian bagi Rose kepada saudaranya, seorang pria berpembawaan riang, seorang dokter yang suka berlayar. Rose memanggilnya Paman Alec.
Sambil menunggu Paman Alec pulang dari pelayarannya, Rose dititipkan ke Aunt-Hill. Yah...dari namanya, anda mungkin bisa menebak bahwa Aunt-Hill adalah tempat tinggal para bibi. Terdengar membosankan bukan? Satu bibi sudah cukup, tapi bagaimana dengan enam bibi? Dan para Mrs. Campbell ini, para bibi Rose, tinggal di suatu kompleks yang berdekatan satu sama lain.
Para bibi ini masing-masing mencoba membuat Rose yang berkabung menjadi lebih ceria. Segala cara mereka lakukan. Mendatangkan seorang gadis kecil untuk menemaninya salah satunya, sayang Ariadne Bliss ternyata gadis kecil yang menyebalkan. Lemari boneka dan hal-hal yang harusnya bisa menghibur anak perempuan telah dicoba oleh Bibi Plenty dan Bibi Peace, namun Rose tetap berdiam diri dengan wajah pucat dan tubuh kurus berpenyakitan. Para bibi sudah hampir putus asa....
Para bibi yang hampir putus asa itu menyiapkan sebuah manuver terakhir bagi keponakan malang mereka. Kejutan itu hadir suatu sore dengan cara yang heboh. Tujuh anak laki-laki berbaris di ruang duduk, semuanya berambut kuning dan berpakaian ala Skotlandia. Itulah "Klan". Tak butuh waktu lama bagi Rose untuk mengetahui bahwa mereka adalah sepupu-sepupunya, dan bahwa mereka anak-anak laki-laki yang sangat ribut! Padahal...ssttt...selama ini Rose sangat membenci anak laki-laki dengan semua kelakuan dan kegiatannya.
Tapi "Klan" bukanlah anak laki-laki sembarangan, mereka semua hadir dengan keunikan masing-masing sehingga ujung bibir Rose sudah mulai membentuk senyuman dalam pertemuan pertama ke delapan sepupu ini. Bagaimana tidak, kalau Archie si kepala klan yang tertua dan selalu bersikap terhormat, Charlie "The Prince" yang flamboyan, Mac si kutu buku, Steve "Dandy" yang pesolek, Will & Geordie si bandel, dan si kecil Jamie, semua berkolaborasi untuk menyenangkan nona kecil kita?
Namun kebahagiaan sesungguhnya mendatangi Rose dalam sosok Paman Alec. Ia orang yang ramah, baik hati, penuh perhatian pada "gadis kecil"nya. Paman Alec dulu mencintai ibu Rose, namun ternyata ibu Rose memilih saudaranya. Untungnya Alec tak mendendam, dan kini ia mencurahkan waktu dan pikirannya untuk sebuah proyek besar. Proyek itu adalah mengambil alih pengurusan Rose dari para bibi ke tangannya sendiri, dan membuat Rose menjadi lebih sehat, ceria dan normal. Proyek itu berlangsung selama setahun.
Selama setahun itu Rose perlahan tumbuh menjadi gadis yang ceria dan sehat, berwawasan luas serta dipersiapkan menjadi seorang wanita yang "baik", meski tetap keceriaan remajanya tetap muncul. Paman Alec memberikan contoh yang baik bagi remaja putri. Alih-alih mengenakan gaun berat berkorset plus high heels, Paman Alec memilihkan pakaian yang nyaman dan sederhana bagi Rose, yang justru menampilkan kecantikan seorang gadis remaja. Kegiatan-kegiatan di luar rumah membuat Rose sehat dan segar. Sementara pelajaran-pelajaran keilmuan dari Paman Alec serta ketrampilan mengurus rumah tangga dari para bibi, mempersiapkan Rose menjadi ibu rumah tangga yang tetap berwawasan.
Banyak petualangan seru dan asyik dijalani Rose bersama Paman Alec dan tujuh sepupunya. Namun di sela kegembiraan itu, Rose juga sempat melakukan "pengorbanan". Ia mengorbankan saat-saat indah liburan di pulau demi Phebe, gadis pelayan yatim piatu yang ia angkat menjadi saudaranya. Ia juga meluangkan waktu untuk menemani Mac saat anak laki-laki itu menderita sakit mata. Dan saat ada pertengkaran di antara sepupunya, Rose-lah yang mendamaikan mereka.
Akhirnya, setelah masa setahun itu selesai, Rose harus memutuskan di mana dan bersama siapa ia akan tinggal setelah itu. Siapa yang paling dicintainya dan paling membahagiakan hidupnya?
Eight Cousins ini jelas buku yang membawa kegembiraan bagi pembacanya, tapi di dalamnya juga tersisip pelajaran moral yang baik bagi remaja pada umumnya, dan remaja putri khususnya. Persahabatan, pengorbanan, kepercayaan, dan baaanyaaak keceriaan akan anda temukan di sini. Tiga bintang untuk kedelapan sepupu ini!
Judul: Eight Cousins
Penulis: Louisa May Alcott
Penerbit: Orange Books (Mizan group)
Terbit: Februari 2011
Tebal: 375 hlm
No comments:
Post a Comment
What do you think?